Powered by Blogger.

Other Recent Articles

Subscribe

Enter your email address below to receive updates each time we publish new content..

Privacy guaranteed. We'll never share your info.

Feature Posts

Archive

Random Post

Rating for homework-student.blogspot.com Check google pagerank for homework-student.blogspot.com

Thursday, December 23, 2010

KEISTIMEWAAN SHALAT


Shalat adalah tiang agama, anugerah yang amat besar oleh Allah untuk manusia, utamanya mereka yang ingin mendirikannya. Dan sadarkah kita bahwa dalam shalat terdapat sikap dan sifat-sifat yang sangat mulia. Berikut ini saya paparkan
  • Sikap yang dilakukan dalam shalat serta manfaatnya
  • Sikap berdiri (34 kali) :  Melatih Kemandirian.
  • Sikap Ruku (17 kali)   :  Melatih kerendahan hati.
  • Sikap I’tidal (17 kali)  :  Melatih untuk bersikap teguh dan mampu bangkit kembali.
  • Sikap Sujud (34 kali)  :  Melatih untuk selalu mengabdi hanya kepada-Nya.

    Sifat-sifat mulia yang dapat diperoleh dalam shalat
    • Takbir (94 kali) :  Menyebut kebesaran Allah, menghasilkan semangat.
    • Tasbih (51 kali) :  Menyebut kesucian Allah, menghasilkan transparansi.
    • Tawajjuh (5 kali)  :  Menyebut doktrin Tauhid, menghasilkan prinsip.
    • Al-Fatihah (17 kali) :  Menghasilkan evaluasi diri.
    • Surat-surat (10 kali) :  Sesuai kebutuhan dan situasi.
    • Saami’ Allah (17 kali) :  Maha mendengar, menghasilkan sikap empati.
    • Rabbana (17 kali) :  Menyebut ketinggian-Nya, menghasilkan keikhlasan.
    • Doa duduk (17 kali) :  Menekankan pentingnya derajat, rezki dan kesehatan, serta                   menghasilkan kesadaran pentingnya perjuangan.
    • Attahiyat (9 kali) :  Mengakui keberkahan milik Allah, menghasilkan rasa ikhlas.
    • Assalam (9kali) :  Menghasilkan kesabarab untuk menyebarkan kedamaian.
    • Syahadat (9 kali) :  Menghasilkan kesadaran untuk membangun komitmen dan    misi 
    • Shalawat (9 kali) Menghasilkan sikap berterima kasih.
    • Taslim (5 kali) :  Menghasilkan sikap peduli pada lingkungan
    ALLAHU AKBAR !!! Betapa hebatnya manfaat yang dapat diperoleh dengan melaksanakan shalat. Akan tetapi semua itu akan terlihat sia-sia, apabila shalatnya tidak lillahi ta’aala. Seperti dalam surah Al Maa’uun (bantuan) 107 : 4-6
    Maka celakalah bagi orang yang melakukan shalat, (yaitu) orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang riya……

    Wednesday, December 22, 2010

    Happy Mom's Day



    Dalam postingan singkat saya kali ini, saya akan khusus membahas mengenai  “HARI IBU”. Ibu, Hmm.. Sebuah kata yang sangat menggetarkan hati. Seorang ibu adalah adalah lambang cinta abadi, pengorbanan yang hakiki dan pribadi utusan Ilahi di atas bumi-Nya. Ibu adalah wakil Allah di muka bumi. Ibu mempunyai peranan yang sangat penting. Ibu yang mengandung kita, melahirkan kita, membesarkan kita dan mendidik kita serta melindungi kita. Betapa mulianya seorang IBU. Ia melakukan semua itu secara ikhlas.
    Hari ini bertepatan dengan milad ana sendiri yaitu tanggal 22 Desember  (hari ibu), saya ingin meminta maaf kepada Ibu saya atas segala kesalahan-kesalahan yang telah ana lakukan. Baik yang disengaja ataupun tidak. Ummi…. Afwan….

    Marilah kita membuat hari ini sebagai hari yang tak terlupakan oleh ibu kita, buatlah mereka bahagia. Walaupun demikian, janganlah kita berbuat baik kepada ibu hanya pada hari ini saja , sebagai anak yang berbakti setiap hari kita haruslah bersikap sopan dan santun kepada beliau. Ibu adalah harta yang paling berharga yang kita miliki di dunia ini. Kita tidak boleh menyia-nyiakan semua pengorbanan yang telah ia berikan.

    Peliharalah ibu kita di saat dia sudah mulai rentang. Di saat-saat seperti itu merupakan kesempatan kita untuk membalas semua jasa-jasa dan pengorbanan yang ibu kita telah berikan.

    Meskipun demikian, bukan berarti seseorang anak harus melupakan ayahnya. Karena ayah dan ibu memiliki satu derajat dalam Al-Qur'an. ALLAHU AKBAR…. Mereka berdua laksana ‘dua sisi mata uang yang absurd untuk dipisahkan’. Keridhaan mereka merupakan keridhaan Allah. Dan murka mereka merupakan murka-Nya seperti halnya yang dinyatakan dalam “HR Al-Turmudzi”.

    Friday, December 3, 2010

    Intisari surat Al-Mu’minun : 12-14


    Surat Al-Mu’minun : 12-24 memuat mengenai hal atau informasi dari Allah tentang proses kejadian manusia dalam kandungan. Dimana proses tersebut antara lain :

    a.     Allah menjadikan sari pati yang terdapat dalam tubuh sebagai nutfa (air yang berisi spermatozoa atau disebut sperma) kemudian ditumpahkan dalam Qarar (rahim dalam kandungan),

    b.      Allah menjadikan Nutfah sebagai alaqah yang berbentuk gumpalan darah yang menyerupai buah lecis atau lintah,

    c.       Dari alaqah Allah menjadikan sebagai Mudgah yaitu segumpal daging yang menyerupai daging hancur yang sudah dikunya,

    d.      Dari Mudgah Allah menjadikan sebagai idzam yaitu tulang atau rangka,

    e.      Tulang atau rangka tersebutdibalut oleh daging ,

    f.        Setelah itu, Allah menjadikan sebagai makhluk dalam bentuk lain, yaitu dalam bentuk manusia yang berkepala, berbadan, bertangan, dan berkaki.

    Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna, oleh karena itu kita sebagai umat manusia tidak boleh menyia-nyiakan semua pemberian dari Sang Pencipta. Semua haruslah disyukuri. Insya Allah, Amiend !!!

    SOSIALISASI


     

    1. Pengertian Sosialisasi
    Pengertian sosialisasi dari berbagai sudut pandang :
    1.       Dalam arti umum sosialisasi adalah penanaman atau proses belajar kelompok atau masyarakat tentang kebiasaan-kebiasaan di dalam kelompok atau masyarakatnya.
    2.       As personally think, sosialisasi adalah proses belajar individu dari yang tidak tahu menjadi tahu mengenai nilai dan norma masyarakat sehingga ia dapat mengetahui cara-cara ia berperilaku/bertindak dalam lingkungan masyarakat tersebut.
    3.       Menurut para ahli
    Ø  Menurut Peter L. Berger, sosialisasi adalah proses belajar seorang anak untuk menjadi anggota yang dapat berpartisipasi di dalam anggota masyarakat.
    Ø  Menurut David Gaslin, sosialisasi adlah proses belajar yang dilami seseorang untuk emperoleh pengetahuan tentang nilai, dan norma-norma agar ia dapat berpartisipasi sebagai anggota masyarakat.
    Hmm.. dari beberapa pengertian dapat diketahui bahwa SOSIALISASI adalah  suatu proses belajar dalam masyarakat yang cakupannya saat kita masih dalam kandungan sampai akhir hayat.

    1. Pentingnya sosialisasi
    Pada dasarnya, tidak ada manusia yang selama hidup tidak melakukan sosialisasi. Manusia hidup dari  dan dalam masyarakat. Melalui proses sosialisasi, seseorang menjadi tahu bagaimana ia harus berperilaku di tengah-tengah masyarakat. Proses sosialisasi juga dapat mewarnai cara berfikir dan kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Akhirnya, ia akan terampil dan pandai  dalam hidup bermasyarakat. Proses sosialisasi ini berlangsung seumur hidup selama manusia mampu dan mau meningkatkan kemampuannya untuk menjadi manusia yang lebih baik dan tentunya berguna bagi masyarakatnya.

    1. Hubungan Sosialisasi dan Kepribadian
    Sosialisasi merupakan suatu proses pembentukan kepribadian. Setiap kepribadian individu sangatlah ditentukan oleh sosialisasi yang pernah dialaminya. Apabila dalam sosialisasinya tidak berjalan sempurna, maka dipastikan individu tersebut memiliki akan nampak berbeda dari  yang lain yang usianya sebaya.
     Misalkan dalam beberapa kasus terhadap individu-individu yang tidak memiliki kesempatan untuk bersosialisasi dengan baik (sosialisasi tidak sempurna), yakni pada kasus Anna, Isabelle, dan Genie.
    1.       Kingsley Davis mengisahkan Anna dan Isabelle yang sejak bayi sampai berumur 5 tahun dikurung oleh kakek dan ibunya yang bisu tuli. Saat ditemukan, kedua gadis ini tidak dapat berbicara, berjalan, apalagi mandi sendiri. Mereka bersikap apatis dan acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitar mereka. 4 tahun setelah ditemukan, Anna meninggal dunia karena hilangnya semangat untuk hidup.  Anna hanya mampu mempelajari beberapa kata dan kalimat, beberapa aspek kehidupan social, dan petunjuk ringan. Dan Isabelle setelah 2 tahun dirawat secara intensif, akhirnya bisa bertahan hidup secara normal dan mulai bersekolah.
    2.       Curtiss dan Pines mengisahkan seorang gadis berusia 13 tahun yang bernama Genie. Dia disekap oleh ayahnya di gudang yang gelap sejak umr dua tahun. Kondisi awal saat ditemukan sama halnya dengan Anna dan Isabelle. Walaupun mengalami kemajuan  setelah dirawat, akan tetapi ia tidak berkembang hingga tahap yang seharusnya dialami anak-anak seusianya.
    Dari kasus tersebut tergambarkan betapa pentingnya sosialisasi bagi setiap manusia. Tanpa sosialisasi, kemampuan akal, emosi, dan jiwa seseorang tidak dapt berkembang sesuai yang diharapkan masyarakatnya. Anak-anak yang kurang mengalami proses sosialisasisecar wajar, pasti akan berperilaku berbeda dengan anak yang lainnya, seperti yang dialami Anna, Isabelle, dan Genie. Bahkan, anak tersebut takut bertemu dengan orang lain. Meskipun anak tersebut diberi sosialisai, ternyata hasilnya tetap ketinggalandibandingkan dengan anak lain yang usianya sebaya.

    Tuesday, November 30, 2010

    Kecerdasan Emosional


    Selama ini banyak orang menganggap bahwa jika seseorang memiliki tingkat kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi, maka orang tersebut memiliki peluang untuk meraih kesuksesan yang lebih besar di banding orang lain. Pada kenyataannya, ada banyak kasus di mana seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang tinggi tersisih dari orang lain yang tingkat kecerdasan intelektualnya lebih rendah. Ternyata IQ (Intelligence Quotient) yang tinggi tidak menjamin seseorang akan meraih kesuksesan.
    Daniel Goleman, seorang profesor dari Universitas Harvard menjelaskan bahwa ada ukuran/patokan lain yang menentukan tingkat kesuksesan seseorang. Dalam bukunya yang terkenal, Emotional Intelligence, membuktikan bahwa tingkat emosional manusia lebih mampu memperlihatkan kesuksesan seseorang.
    Intelligence Quotient (IQ) tidak dapat berkembang. Jika seseorang terlahir dengan kondisi IQ sedang, maka IQ-nya tidak pernah bisa bertambah maupun berkurang. Artinya, jika seseorang terlahir dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cukup, percuma saja dia mencoba dengan segala cara untuk mendapatkan IQ yang superior (jenius), begitu pula sebaliknya. Tetapi, Emotional Quotient(EQ) dapat dikembangkan seumur hidup dengan belajar.
    Kecerdasan Emosional (EQ) tumbuh seiring pertumbuhan seseorang sejak lahir hingga meninggal dunia. Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh lingkungan, keluarga, dan contoh-contoh yang didapat seseorang sejak lahir dari orang tuanya. Kecerdasan Emosi menyangkut banyak aspek penting, yang agaknya semakin sulit didapatkan pada manusia modern, yaitu:
    • empati (memahami orang lain secara mendalam)
    • mengungkapkan dan memahami perasaan
    • mengendalikan amarah
    • kemandirian
    • kemampuan menyesuaikan diri
    • disukai
    • kemampuan memecahkan masalah antar pribadi ketekunan
    • kesetiakawanan
    • keramahan
    • sikap hormat
    Orang tua adalah seseorang yang pertama kali harus mengajarkan kecerdasan emosi kepada anaknya dengan memberikan teladan dan contoh yang baik. Agar anak memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, orang tua harus mengajar anaknya untuk :
    • membina hubungan persahabatan yang hangat dan harmonis
    • bekerja dalam kelompok secara harmonis
    • berbicara dan mendengarkan secara efektif
    • mencapai prestasi yang lebih tinggi sesuai aturan yang ada (sportif)
    • mengatasi masalah dengan teman yang nakal
    • berempati pada sesama
    • memecahkan masalah
    • mengatasi konflik
    • membangkitkan rasa humor
    • memotivasi diri bila menghadapi saat-saat yang sulit
    • menghadapi situasi yang sulit dengan percaya diri
    • menjalin keakraban
    Jika seseorang memiliki IQ yang tinggi, ditambah dengan EQ yang tinggi pula, orang tersebut akan lebih mampu menguasai keadaan, dan merebut setiap peluang yang ada tanpa membuat masalah yang baru.

    Intelegensi dan IQ


    Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
    Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi adalah :
    Faktor bawaan atau keturunan
    Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 - 0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah saling kenal.
    Faktor lingkungan
    Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.
    Inteligensi dan IQ
    Orang seringkali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Arti inteligensi sudah dijelaskan di depan, sedangkan IQ atau tingkatan dariIntelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
    Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan umur mental (Mental Age) dengan umur kronologik (Chronological Age). Bila kemampuan individu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang disajikan dalam tes kecerdasan (umur mental) tersebut sama dengan kemampuan yang seharusnya ada pada individu seumur dia pada saat itu (umur kronologis), maka akan diperoleh skor 1. Skor ini kemudian dikalikan 100 dan dipakai sebagai dasar perhitungan IQ. Tetapi kemudian timbul masalah karena setelah otak mencapai kemasakan, tidak terjadi perkembangan lagi, bahkan pada titik tertentu akan terjadi penurunan kemampuan.
    Pengukuran Inteligensi
    Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog asal Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911.
    Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
    Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri dari faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor Theory of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.
    Di samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan tujuan yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat tes tersebut dibuat.
    Inteligensi dan Bakat
    Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude. Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.
    Alat yang digunakan untuk menyingkap kemampuan khusus ini disebut tes bakat atau aptitude test. Tes bakat yang dirancang untuk mengungkap prestasi belajar pada bidang tertentu dinamakan Scholastic Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan adalah Vocational Aptitude Test dan Interest Inventory. Contoh dari Scholastic Aptitude Test adalah tes Potensi Akademik (TPA) dan Graduate Record Examination (GRE). Sedangkan contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest Inventory adalah Differential Aptitude Test (DAT) dan Kuder Occupational Interest Survey.
    Inteligensi dan Kreativitas
    Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau ada anggapan bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ, tidak selalu diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ tertentu, masih terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas.
    Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini terjadi. J. P. Guilford menjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang kurang memperhatikan pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan.

    Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.

    Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi adalah :
    Faktor bawaan atau keturunan
    Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 - 0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah saling kenal.
    Faktor lingkungan
    Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.
    Inteligensi dan IQ
    Orang seringkali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Arti inteligensi sudah dijelaskan di depan, sedangkan IQ atau tingkatan dariIntelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
    Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan umur mental (Mental Age) dengan umur kronologik (Chronological Age). Bila kemampuan individu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang disajikan dalam tes kecerdasan (umur mental) tersebut sama dengan kemampuan yang seharusnya ada pada individu seumur dia pada saat itu (umur kronologis), maka akan diperoleh skor 1. Skor ini kemudian dikalikan 100 dan dipakai sebagai dasar perhitungan IQ. Tetapi kemudian timbul masalah karena setelah otak mencapai kemasakan, tidak terjadi perkembangan lagi, bahkan pada titik tertentu akan terjadi penurunan kemampuan.
    Pengukuran Inteligensi
    Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog asal Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911.
    Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.
    Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri dari faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor Theory of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.
    Di samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan tujuan yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat tes tersebut dibuat.
    Inteligensi dan Bakat
    Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude. Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.
    Alat yang digunakan untuk menyingkap kemampuan khusus ini disebut tes bakat atau aptitude test. Tes bakat yang dirancang untuk mengungkap prestasi belajar pada bidang tertentu dinamakan Scholastic Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan adalah Vocational Aptitude Test dan Interest Inventory. Contoh dari Scholastic Aptitude Test adalah tes Potensi Akademik (TPA) dan Graduate Record Examination (GRE). Sedangkan contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest Inventory adalah Differential Aptitude Test (DAT) dan Kuder Occupational Interest Survey.
    Inteligensi dan Kreativitas
    Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau ada anggapan bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ, tidak selalu diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ tertentu, masih terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas.
    Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini terjadi. J. P. Guilford menjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang kurang memperhatikan pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan.

    Friday, November 26, 2010

    Ada "Kehidupan" Dalam Ayat-Ayat Al Qur'an


    Penggambaran merupakan instrumen utama dalam gaya bahasa Al-Qur’an. Ia diungkapkan dengan gambar inderawi imajinatif tentang makna intelektual dan kondisi jiwa; tentang peristiwa yang terindera dan fenomena yang terlihat; tentang model manusia dan karakter manusia.
    Ia menampilkan sebuah gambaran yang membentuk sebuah kehidupan yang aktif atau gerakan-gerakan yang aktual. Makna intelektual dinyatakan dalam bentuk atau gerakan. Kondisi jiwa dinyatakan dalam fenomena atau secara teatrikal. Model manusia dinyatakan dalam sesosok manusia yang benar-benar hidup. Karakter manusia dinyatakan secara fisikal.
    Peristiwa dan fenomena, cerita dan pemandangan, menampilkan sosok-sosok yang benar-benar hadir; di sana ada kehidupan, di sana ada gerakan-gerakan. Apabila di sana terdapat dialog maka ia berlangsung dengan melibatkan segenap unsur imajinasi. Implikasinya, sewaktu seseorang membaca atau mendengarkan ayat-ayatnya maka ia menjadi lupa bahwa ayat-ayat tersebut adalah kalimat-kalimat yang dibaca atau perumpamaan-perumpamaan yang disuguhkan. Sebaliknya, ia merasakan gerakan-gerakan, pemandangan, atau peristiwa yang benar-benar nyata.
    Disini ada kehidupan, bukan kisah tentang kehidupan!!
    Apabila kita menyadari bahwa semua itu ternyata hanyalah huruf-huruf dan lafazh-lafazh yang diam, yang tidak berwarna-warni dan tidak pula bersosok, maka kita pun sadar bahwa itu merupakan sebagian dari rahasia kemukjizatan dalam gaya pengungkapan Al-Qur’an.
    Penggambaran dalam Al-Qur’an meliputi penggambaran dengan warna, gerakan, realitas dan aktualitas, yang kebanyakan muncul bersama-sama dengan deskripsi, dialog, denting kata-kata, lantunan ungkapan, dan irama susunan kalimat, yang semuanya memunculkan gambaran-gambaran yang dapat diindera dengan mata dan telinga, rasa dan imajinasi, pikiran dan perasaan.

    CONTOH MAKNA INTELEKTUAL YANG DITAMPILKAN DALAM BENTUK GAMBARAN INDERAWI
    1. Tidak akan pernah diterimanya orang-orang kafir dan juga kemustahilan masuk surga bagi mereka: ibarat mustahilnya unta bisa masuk ke dalam lubang jarum. (QS Al-A’raf : 40)
    2. Musnahnya seluruh amalan yang  pernah diperbuat oleh seseorang apabila dia menjadi kafir: ibarat debu-debu yang beterbangan (QS Al-Furqan : 23) atau abu yang diterpa angin badai. (QS Ibrahim : 18)
    3. Sia-sianya sedekah yang disertai dengan makian atau sesuatu yang menyakitkan : ibarat debu yang terdapat di atas batu lalu diguyur oleh hujan deras. (QS Al-Baqarah : 264)
    4. Sebaliknya, keberkahan dan manfaat dari bersedekah yang didasarkan pada niatan untuk menggapai ridha Allah : ibarat kebun yang subur dengan buahnya yang berlimpah ruah. (QS Al-Baqarah : 265)
    5. Sia-sianya memohon kepada tuhan-tuhan selain Allah : ibarat orang yang membentangkan kedua telapak tangannya pada permukaan air lalu pada saat yang sama ingin menyentuhkan mulutnya ke air tersebut. (QS Al-Ra’du : 14)
    6. Sia-sianya permohonan orang-orang kafir: ibarat orang yang memanggil orang yang tidak bisa mendengar. (QS Al-Baqarah : 171)
    7. Lemah dan rapuhnya berwali pada selain Allah : ibarat laba-laba yang membangun rumahnya yang rapuh itu. (QS Al-‘Ankabut : 41)
    8. Celakanya orang yang syirik kepada Allah : ibarat sesuatu yang jatuh dari langit lalu disambar oleh burung atau diterpa oleh angin ke tempat yang jauh. (QS Al-Hajj : 31)

    CONTOH KONDISI KEJIWAAN YANG DITAMPILKAN DALAM BENTUK GAMBARAN INDERAWI
    1. Tersesatnya jiwa orang yang syirik kepada Allah : ibarat disesatkannya seseorang oleh syaithan di suatu tempat yang menakutkan dalam keadaan bingung dan linglung. (QS Al-An’am : 71)
    2. Kondisi jiwa-jiwa yang memperturutkan hawa nafsu setelah sebelumnya memperoleh pengetahuan : ibarat anjing yang menjulurkan lidahnya setiap saat, baik tatkala dihalau ataupun tidak. (QS Al-A’raf : 176)
    3. Kondisi seseorang yang jiwanya tenang tatkala memperoleh kebaikan namun resah dan menggerutu tatkala ditimpa cobaan : ibarat orang yang berdiri di atas satu sisi sempit. (QS Al-Hajj : 11)
    4. Kondisi jiwa-jiwa yang masih tersesat dan belum dipersatukan dalam iman : ibarat orang-orang yang berada di tepi jurang neraka. (QS Ali ‘Imran : 103)
    5. Jiwa yang tidak melandaskan pembangunan tempat ibadahnya pada taqwa, keridhaan Allah dan kebaikan : seperti orang yang mendirikan bangunan di tepi jurang yang longsor sehingga seketika itu juga dia turut jatuh terperosok ke dalam jurang yang longsor itu. (QS Al-Taubah : 109)
    MODEL MANUSIA
    Pemodelan manusia ditampilkan secara mudah dan ringkas, yakni biasanya hanya dengan satu atau dua kalimat, namun sudah membentuk model sesosok manusia yang hidup, nyata, dan penuh dengan cita rasa inderawi.
    Pemodelan ini mengambil gambaran-gambaran yang alami dan asasi sehingga tidak akan pernah lekang oleh zaman, berlaku dalam segenap masyarakat dan budayanya, serta melampaui batas-batas zaman dan generasi.
    Contoh:
    1. Model manusia yang hanya mendekat dan memohon kepada Allah tatkala ditimpa penderitaan, namun jika sudah terlepas dari penderitaan maka dia menjauh dari-Nya seolah-olah tidak pernah memohon kepada-Nya.
    2. Model manusia yang lemah aqidahnya. Ia tetap memegang aqidahnya tatkala mendapatkan kebaikan. Namun jika ia mendapat cobaan maka ia lepaskan aqidahnya itu.
    3. Model manusia yang hanya mengakui kebenaran jika itu datang dari dirinya, namun jika kebenaran itu datang dari atau terdapat pada orang lain maka dia mengingkarinya.
    4. Model manusia yang lari dari kebenaran karena dalam dirinya merasa tinggi hati namun sekaligus lemah. Ketinggian hati membuatnya menolak kebenaran sementara ia lemah karena tidak mampu menghadapi tantangan kebenaran itu.
    5. Model manusia yang lari dari kebenaran dengan cara yang hina.
    6. Model manusia yang penampilannya menakjubkan dan mengagumkan padahal hatinya busuk.
    7. Model manusia yang suka dipuji-puji atas sesuatu yang tidak ia lakukan. (menaraislam.com)

    Surat-Surat Al Qur'anlah Yang Membuat Kafir Terkagum-kagum


    Bagaimana Al-Qur’an bisa mempengaruhi bangsa Arab kala itu sedemikian rupa? Bagaimana pula mereka, yang mukmin maupun yang kafir, sama-sama mengakui adanya kekuatan ‘sihir’ Al-Qur’an?
    Sebagian pakar dalam masalah keunggulan-keunggulan Al-Qur’an melihat Al-Qur’an secara keseluruhan kemudian memberikan jawaban. Sebagian yang lain menyebutkan hal-hal selain aspek artistik, yakni tema-tema Al-Qur’an sesudah sempurna, sebagai sebabnya. Yang mereka maksud antara lain pensyariatan yang cermat dan cocok untuk setiap waktu dan tempat, pengabaran gaib yang terbukti kebenarannya setelah beberapa tahun, dan ilmu-ilmu alam yang dikandung Al-Qur’an baik mengenai penciptaan alam maupun manusia.
    Namun, tinjauan semacam itu hanyalah menetapkan kelebihan Al-Qur’an sesudah sempurnanya. Bagaimana dengan beberapa surat – meskipun sedikit – yang tidak mengandung tasyri’, kabar gaib, maupun ilmu alam? Sesungguhnya beberapa surat yang sedikit itu telah mampu menyihir bangsa Arab sejak awal turunnya Al-Qur’an, dimana saat itu belum ada tasyri’ ataupun tema-tema besar. Namun justru surat-surat tersebut itulah yang telah menyentuh perasaan mereka dan membuat mereka terkagum-kagum.
    Dengan demikian, tidak bisa tidak, surat-surat yang sedikit itu mesti mengandung unsur yang bisa menyihir pendengarnya dan mempengaruhi perasaan mereka baik mukmin maupun kafir. Dan apabila kita memperhitungkan pengaruh Al-Qur’an terhadap masuk Islamnya kaum muslimin saat itu, maka surat-surat yang turun awal-awal sangatlah besar andilnya, meskipun jumlah muslimin saat itu hanya sedikit. Hal ini karena saat itu secara dominan mereka benar-benar terpengaruh oleh Al-Qur’an saja, kemudian beriman. Adapun kebanyakan orang yang masuk Islam setelah kaum muslim telah banyak dan agama Islam telah kuat, maka ada banyak hal lain bersama-sama Al-Qur’an yang mempengaruhi mereka yang kemudian masuk Islam. Masing-masing dari mereka melewati jalan yang berbeda-beda dalam memasuki Islam. Jadi, dalam hal ini Al-Qur’an bukanlah satu-satunya agen efektif dalam proses keislaman mereka. Hal ini tentu saja berbeda dengan yang terjadi pada awal-awal dakwah Islam.
    Sebagian dari mereka beriman karena mereka terkesan dengan akhlaq Rasulullah saw dan para sahabatnya – semoga Allah meridhai mereka.
    Sebagian beriman karena mereka simpatik ketika mendapatkan bahwa kaum muslimin menanggung penderitaan, kesempitan, dan siksaan serta meninggalkan keluarga dan karibnya hanya untuk menyelamatkan agama dan bergegas menyambut seruan Tuhan.
    Sebagian beriman karena mereka menyaksikan bahwa Muhammad – yang hanya sedikit pengikutnya – ternyata tak terkalahkan oleh siapapun juga. Allah senantiasa menolong dan menjaga kaum mukmin dari makar orang-orang yang membuat makar.
    Sebagian beriman setelah syariat Islam ditegakkan sehingga mereka melihat keadilan dan keterbukaan di dalamnya, yang mana hal itu belum pernah mereka lihat sebelumnya dalam aturan-aturan yang ada.
    Sebagian yang lain lagi beriman dengan jalan yang berbeda-beda, dimana terkadang melibatkan Al-Qur’an sebagi salah satu unsurnya namun bukan unsur dominan sebagaimana yang terjadi pada awal-awal dakwah Islam.
    * * *
    Dengan demikian kita harus mencari sumber adanya ‘sihir’ dalam Al-Qur’an sebelum adanya tasyri’ hukum, pengabaran gaib, dan ilmu-ilmu alam, serta sebelum Al-Qur’an mencapai bentuknya yang lengkap dan sempurna. Al-Qur’an yang sedikit, yang ada pada awal-awal dakwah, masih belum mengandung semua itu sebagaimana pada masa-masa setelahnya. Dengan demikian, Al-Qur’an yang sedikit itu mesti hanya mengandung suatu sumber yang asli yang mampu dirasakan oleh bangsa Arab sehingga mereka mengatakan,”Sesungguhnya Al-Qur’an tidak lain hanyalah sihir yang dilontarkan”.
    Kisah berpalingnya Al-Walid ibn Al-Mughirah terdapat dalam surat Al-Muddatstsir – surat yang biasanya dikatakan sebagai surat ketiga dalam urutan turunnya wahyu, didahului oleh surat Al-‘Alaq dan surat Al-Muzzammil, namun secara umum dapat dikatakan bahwa surat Al-Muddatstsir merupakan salah satu dari surat-surat yang mula-mula turun.
    Jika kita memperhatikan surat surat makkiyah – sebagai contoh – maka kita akan dapat memahami ‘sihir’ macam apa yang ada di dalamnya, yang bisa membuat orang seperti Al-Walid tergetar sedemikian rupa.
    Setelah kita membaca ayat demi ayat dalam surat-surat makkiyah, kita akan dapati bahwa disana tidak ada tasyri’ hukum, ilmu alam – kecuali isyarat ringan mengenai penciptaan manusia dari segumpal darah - , ataupun pengabaran gaib yang baru ada setelah beberapa tahun kemudian seperti yang ada dalam surat Al-Ruum (surat ke-84).
    Lalu dimana gerangan sihir sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibn Al-Mughirah setelah ia berpikir dan menimbang-nimbang?
    Tidak bisa tidak, dengan demikian, bahwasanya sihir yang ia maksudkan terdapat dalam aspek yang lain selain tasyri’, kabar gaib, dan ilmu alam. Tidak bisa tidak sihir itu mesti terdapat dalam susunan lafazh-lafazh Al-Qur’an itu sendiri, bukan dalam tema-tema yang dikandungnya saja, meskipun kita juga tidak mengabaikan kekuatan dan pengaruh aqidah Islam. Jadi, adanya ‘sihir’ itu ternyata muncul dari alunan lafazh-lafazh Al-Qur’an itu sendiri, yang indah, membekas, efektif, dan memberikan kesan yang mendalam.
    Mari kita perhatikan surat yang pertama, yakni surat Al-‘Alaq. Surat ini mengandung lima belas hentian pendek-pendek (fashilat qashirat), sehingga barangkali sepintas lalu menyerupai sajak-sajak sihir atau kata-kata mutiara bersajak yang sangat dikenal oleh bangsa Arab kala itu!
    Ada yang mengatakan bahwa itu semua tidak lain hanyalah kalimat-kalimat yang berserakan saja, tanpa ikatan dan pautan satu sama lain. Apakah demikian keadaan surat Al-‘Alaq?
    Jawabnya: Tidak! Surat tersebut merupakan pautan-pautan yang serasi, hentian-hentiannya saling berikatan satu sama lain secara internal dan cermat. Demikianlah surat pertama dalam Al-Qur’an. (menaraislam.com)

    Yang Membuat Sahabat Nabi Lebih Utama dan mulia di Sisi Allah


    Dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: Kami mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    (( مَنْ كانت الدنيا هَمَّهُ فَرَّق الله عليه أمرَهُ وجَعَلَ فَقْرَهُ بين عينيه ولم يَأْتِه من الدنيا إلا ما كُتِبَ له، ومن كانت الآخرةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللهُ له أَمْرَهُ وجَعَلَ غِناه في قَلْبِه وأَتَتْهُ الدنيا وهِيَ راغِمَةٌ
    “Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama) nya maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya)[1].
    Hadits yang mulia ini menunjukkan keutamaan cinta kepada akhirat dan zuhud dalam kehidupan dunia, serta celaan dan ancaman besar bagi orang yang terlalu berambisi mengejar harta benda duniawi[2].
    Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:
    - Orang yang cinta kepada akhirat akan memperoleh rezki yang telah Allah tetapkan baginya di dunia tanpa bersusah payah, berbeda dengan orang yang terlalu berambisi mengejar dunia, dia akan memperolehnya dengan susah payah lahir dan batin[3]. Salah seorang ulama salaf berkata, “Barangsiapa yang mencintai dunia (secara berlebihan) maka hendaknya dia mempersiapkan dirinya untuk menanggung berbagai macam musibah (penderitaan)[4].
    - Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata[5], “Orang yang mencintai dunia (secara berlebihan) tidak akan lepas dari tiga (macam penderitaan): Kekalutan (pikiran) yang selalu menyertainya, kepayahan yang tiada henti, dan penyesalan yang tiada berakhir. Hal ini dikarenakan orang yang mencintai dunia (secara berlebihan) jika telah mendapatkan sebagian dari (harta benda) duniawi maka nafsunya (tidak pernah puas dan) terus berambisi mengejar yang lebih daripada itu, sebagaimana dalam hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya seorang manusia memiliki dua lembah (yang berisi) harta (emas) maka dia pasti (berambisi) mencari lembah harta yang ketiga[6].
    - Kekayaan yang hakiki adalah kekakayaan dalam hati/jiwa. Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda, tetapi kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan (dalam) jiwa[7].
    - Kebahagiaan hidup dan keberuntungan di dunia dan akhirat hanyalah bagi orang yang cinta kepada Allah dan hari akhirat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rizki yang secukupnya dan Allah menganugrahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezki yang Allah Ta’ala berikan kepadanya[8].
    - Sifat yang mulia ini dimiliki dengan sempurna oleh para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan inilah yang menjadikan mereka lebih utama dan mulia di sisi Allah Ta’ala dibandingkan generasi yang  datang setelah mereka. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kalian lebih banyak berpuasa, (mengerjakan) shalat, dan lebih bersungguh-sungguh (dalam beribadah) dibandingkan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tapi mereka lebih baik (lebih utama di sisi Allah Ta’ala) daripada kalian”. Ada yang bertanya: Kenapa (bisa demikian), wahai Abu Abdirrahman? Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Karena mereka lebih zuhud dalam (kehidupan) dunia dan lebih cinta kepada akhirat”[9].
    وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
    Kota Kendari, 27 Syawaal 1431 H
    Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthon, MA
    (muslim.or.id)

    [1] HR Ibnu Majah (no. 4105), Ahmad (5/183), ad-Daarimi (no. 229), Ibnu Hibban (no. 680) dan lain-lain dengan sanad yang shahih, dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-Bushiri dan syaikh al-Albani.
    [2] Lihat kitab “at-Targib wat tarhiib” (4/55) karya imam al-Mundziri.
    [3] Lihat keterangan imam Ibnul Qayyim dalam kitab “Igaatsatul lahfaan” (1/37).
    [4] Dinukil oleh imam Ibnul Qayyim dalam kitab “Igaatsatul lahfaan” (1/37).
    [5] Dalam kitab kitab “Igaatsatul lahfaan” (1/37).
    [6] HSR al-Bukhari (no. 6072) dan Muslim (no. 116).
    [7] HSR al-Bukhari (no. 6081) dan Muslim (no. 1051).
    [8] HSR Muslim (no. 1054).
    [9] Atsar riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam “al-Mushannaf” (no. 34550) dan Abu Nu’aim dalam “Hilyatul auliyaa’” (1/136) dengan sanad yang shahih, juga dinukil oleh imam Ibnu Rajab dalam kitab “Latha-iful ma’aarif” (hal. 279).

    http://www.suaramedia.com